Alex Tualeka (Kanan) Manager Fans Relations Persebaya Surabaya Bersama Kawan-kawan Bonek Dalam Sebuah Acara Diskusi. [Foto Alex Tualeka]

*Sebuah Catatan Klarifikasi

Tulisan ini hanya semata mata untuk meluruskan beberapa informasi yang berkembang di seputaran suporter Persebaya. Terutama tentang butir-butir pertemuan yang ditulis sepihak oleh komunitas Bonek Pembangkang Liar Arus Bawah (BPLAB) dan dipublish secara masif dalam beberapa hari terakhir.

Banyak asumsi pembohong pun berkembang, dengan kesimpulan berdasarkan kemampuan subjektif masing-masing. Banyak yang percaya dengan butir-butir itu, tapi tidak sedikit pun yang meragukannya. Beberapa teman, bahkan beberapa pentolan bonek juga menanyakannya secara langsung ke saya. Apa benar ada kesepakatan itu? Apa benar persebaya resmi memberikan ruang kepada kelompok estafet yang selama ini banyak mudhoratnya, dan sebagainya.

Ada beberapa yang saya jawab secara rinci, ada beberapa yang saya jawab singkat-singkat saja, ada juga yang tidak saya tanggapi sama sekali dengan alasan tidak mau ada pemandangan yang meruncing di antar pecinta Persebaya. Namun, untuk meluruskan semua informasi yang berkembang, banyak yang meminta saya untuk mengklarifikasinya secara langsung, agar tidak menjadi isu pembohong. Apalagi, dalam butir-butir yang disebutkan itu, sudah membawa nama resmi Persebaya.

Pertemuan saya dengan BPLAB berawal dari permintaan Polrestabes Surabaya, Polrestabes Semarang dan pihak Panpel PSIS Semarang yang meminta saya untuk berkomunikasi dengan teman-teman dari Bonek Arus Bawah tersebut.

Pasalnya, pihak yang diduga di atas mendapat informasi bahwa akan ada pergerakan masa dari Surabaya untuk melakukan unjuk rasa di Semarang pascakeputusan penundaan pertandingan PSIS vs Persebaya yang seharusnya berjalan 8 Februari lalu.

Saya bahkan diberi nomor Mas Azis oleh salah satu anggota Polrestabes Surabaya. Kebetulan, saya memang tidak menyimpan nomor Mas Azis yang di kalangan Bonek dikenal sebagai Azis Bonek Nafas Tua, salah satu Bonek senior yang paling getol membela mereka yang memutuskan menonton Persebaya dengan cara estafet.

Dengan mendapatkan nomor telp Mas Azis, sejatinya dialog lewat telepon saja sudah cukup. Karena manajemen dan official Persebaya tidak memiliki kewenangan apa-apa soal ini. Namun, saya khawatir ada pesan yang tidak tersampaikan secara utuh ke teman teman BLPAB itu, atau bisa jadi ada distorsi pemahaman dari komunikasi sebatas lewat telpon saja, sehingga saya memutuskan untuk menjumpai mereka secara langsung. Ini semua karena demi menjaga kondusifitas Kota Semarang, juga nama baik Bonek dan Persebaya.

Saya dan Mas Azis update ketemu di salah satu cafe tempat Mas Azis bekerja, daerah Jl Bagong, Surabaya. Kami janjian setelah sholat Magrib, 7 Februari lalu, diperingati dengan peringatan Satu Abad NU di Sidoarjo. Mas Azis pun meminta kesediaan beberapa temannya untuk ikut dalam pertemuan itu.

Singkat cerita, setelah sholat maghrib, saya ke jalan Bagong. Di sana sudah ada Mas Azis dan beberapa temannya. Satu di antaranya adalah Mas Yonex yang memperkenalkan diri sebagai Bijim Untuku Loro (BUL) sekaligus admin dari Bonek Untuk Persebaya. Saya tidak asing dengan nama itu, karena selama ini mereka memang selalu “memosisikan” diri sebagai tua-tuanya arus bawah.

Di awal pertemuan itu, diskusi berlangsung gayeng penuh keakraban. Saya pun menyampaikan maksud dan tujuan ingin menemui mereka karena ada permintaan dari Panpel PSIS, Polres Semarang dan Polres Surabaya (bukti chat masih ada), yang khawatir ada pergerakan masa dari BLPAB ke Semarang.

Artinya, saya datang bukan karena membawa kepentingan official Persebaya melainkan kepentingan Polrestabes Semarang, Panpel PSIS dan Polres Surabaya. Sehingga menempelkan oficial Persebaya dalam butir-butir yang diviralkan itu adalah bentuk pelintiran.

Setelah menjelaskan maksud itu, saya lantas menanyakan ke Mas Azis, apakah teman teman yang estafet ini bisa tertib? Mas Azis langsung menjawab “Sangat bisa Mas Alex,” dari situ saya optimistis, karena ada harapan, dan diskusi pun berlanjut sambil makan sate ayam dan minum es teh yang sudah lebih dulu disiapkan oleh Mas Azis.

Dalam diskusi sela-sela itu, Yonex menimpali dengan pertanyaan “Mas Alex apakah setiap koordinator tribun tidak bisa memerintahkan anggota mereka di setiap perbatasan saat Persebaya tandang untuk mempertemukan anak-anak yang estafet keluar kota?”

“Kalau konsep sepertinya berat. Wong rata-rata yang estafet itu berangkatnya sendiri-sendiri dan jamnya beda beda. Siapa yang mau menunggu mereka di pos jaga selama 24 jam?” saya balik bertanya.

Lalu saya menawarkan; “Yo opo nek berangkat bareng bareng wae, tret-tet-tet, nanti kami carikan armada yang murah, bisa bekerja sama dengan Pemkot dan lain-lain. Jadi, kalau harapan teman teman (BPLAB, Red) bahwa harus ada pos di perbatasan, mungkin bisa terwujud, karena rombongan bisa berangkat bersama-sama. Jam dan harinya semua sudah bisa tahu,” sahut saya.

Mendengar jawaban itu, Mas Azis pesimistis. “Waduh nek ngono gk ono arek-arek seng gelem. Dulu pernah dilakukan oleh Cak Narto. Tapi, anak-anak lebih nyaman kalau truk gandol,” kata Azis.

Diskusi singkat itu pun berpindah ke tema awal, tentang apa yang bisa dijamin oleh pihak Panpel PSIS bila BPLAB benar-benar membuktikan bahwa mereka tidak berangkat ke Semarang atau mengurungkan niat untuk unjuk rasa.

Mendengar itu, saya pun langsung berkomunikasi dengan Mas Danur, ketua Panpel PSIS terkait maksud teman-teman itu. Karena tiket terbatas dan jumlah animo yang tinggi, disepakati kemudian bahwa Panpel PSIS akan memfasilitasi layar lebar di luar stadion untuk teman teman Bonek yang sudah datang ke Semarang namun tidak kebagian tiket.

Dan, bila sudah tertib dalam nonton bareng itu, kemudian diusahakan untuk ada bantuan konsumsi berupa makanan dan minuman di area nobar tersebut. Obrolan ini, sekali lagi, dialog ini hanya khusus untuk laga di Semarang saja. Tidak untuk laga-laga lainnya. Karena saya sendiri tidak bisa memastikan bahwa Panpel dari tim lain bisa sebaik Panpel PSIS Semarang itu.

Hasil komunikasi saya dengan Mas Danur itu kemudian saya sampaikan ke Mas Azis dan teman-temannya.

Mas Azis pun berkata, bahwa dia adalah tipe orang yang paling mudah percaya dengan omongan orang, sehingga dia meminta saya untuk urusan urusan semaran ini. “Karena laki-laki yang dipegang adalah omongannya,” tantang Azis. Saya dengan enggan Mas Azis, dan saya pun penjahitan tangan untuk salaman dengan dia.

Untuk meyakinkan Mas Azis, saya memutuskan melakukan video call dengan Mas Danur untuk bisa menyampaikan langsung apa yang kami sampaikan sebelumnya itu ke Mas Azis dan teman-temannya. Mas Danur pun berbicara di depan Mas Azis, dan disaksikan langsung oleh teman-temannya.

Saya dan Mas Azis pun bersalam (lagi) setelah mereka mendengar langsung solusi yang ditawarkan oleh pihak Panpel PSIS bila kemudian laga melawan Persebaya nanti dijadwalkan ulang oleh operator.

Selanjutnya, saya meminta agar Mas Azis dan juga Yonex untuk menghubungi rekan-rekannya untuk membatalkan kepergian mereka ke Semarang, atau yang sudah berada di Semarang, biar segera kembali ke Surabaya.

Mas Azis dan Yonex pun langsung mengangkat telepon. Menghubungi beberapa rekannya. Ada yang dari Nganjuk, Tuban, Solo bahkan Kudus dan beberapa kota lainnya. Alhamdulillah, proses mereka berjalan, dan semuanya benar-benar putar balik, memilih tidak melanjutkan perjalanan ke Semarang. Saya langsung mengulurkan tangan (lagi) dengan Mas Azis dan Yonex sebagai ucapan terima kasih.

Mas Azis pun meminta saya bersama mereka untuk membuat video agar bisa mempercepat informasi itu ke basis mereka. Saat itu, semuanya berlangsung cair. Saya dan Yonex meski baru pertama kali ketemu malam itu, pun langsung akrab seperti teman lama baru jumpa. Itu yang membuat saya kaget ketika membaca tulisan-tulisannya yang menyerang saya secara pribadi di media sosial setelah mereka memosting butir-butir itu.

Mas Azis pun meminta agar ke depan, mereka yang terhimpun di BPLAB harus dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan suporter. Termasuk seperti pertemuan serupa dengan pihak Panpel dan Polres Semarang yang meminta tanda tangan perwakilan bonek di Semarang sebelum pertandingan PSIS vs Persebaya ditunda, karena mereka siap memberikan jaminan tanda tangan untuk bertanggung jawab.

Begitu juga dengan permintaan untuk mengadakan pertemuan semua unsur Bonek tanpa menawarkan untuk membahas masa depan Persebaya. Untuk poin ini, saya enggan, karena ruang diskusi dalam interaksi Bonek harus disuburkan, baik dalam bentuk forum kecil maupun forum besar, oleh semua yang mengaku mencintai Persebaya tanpa pengecualian.

Nah, hasil pertemuan dengan BPLAB tersebut, kemudian saya sampaikan ke pihak Panpel PSIS Semarang, Polres Semarang dan juga Polrestabes Surabaya. Mereka juga menyampaikan ucapan Terimakasih kepada bonek yang sudah mau menerima dan memaklumi batalnya pertandingan PSIS vs Persebaya di Semarang itu.

Saya pun pamit pulang, Mas Azis dan Yonex beserta rekan-rekan lain yang mulai berdatangan melanjutkan dialog mereka sambil minum-minum.

Sayang, ke esokan harinya, keluar butir-butir yang sudah dibuatkan secara sepihak, yang ada banyak distorsi dari diskusi kita di malam satu abad NU itu. Sekali lagi, tulisan ini bukan untuk membangun alasan pembenaran dan menyudutkan salah satu pihak. Namun, saya mencoba menyajikan fakta yang sebenarnya dan juga berimbang. Semoga Keluarga Besar Bonek bisa selalu kompak dan guyub. Jaga nama baik Bonek dan Persebaya. Mohon maaf sebesar-besarnya. Terima kasih.
Satu Nyali. WANI.

Surabaya, 9 Februari 2023 Hormat Saya

Alex Tualeka
Manager Fans Relation Persebaya