By: Inanta Indra Pradana
Sebagai Kota Terbesar Kedua di Indonesia, Surabaya memiliki berbagai fasilitas publik yang disediakan untuk warganya. 30an taman yang berfungsi sebagai ruang publik tersebar diantero Surabaya, ada pula gedung – gedung yang bisa dimanfaatkan oleh warga untuk berkegiatan seperti menggelar event ataupun berkesenian, sejatinya warga telah memiliki ruang yang cukup untuk berkegiatan tetapi keberadaan Stadion sebagai sarana prasarana penunjang kegiatan keolahragaan warga krusial keberadaannya.
Gelora Bung Tomo saat ini berdiri megah di ujung barat Kota Pahlawan, stadion yang mampu menampung sekitar 55000 orang ini dilengkapi beberapa fasilitas olahraga lain seperti lapangan atletik dan juga sirkuit untuk balap motor. Selain itu juga tersedia masjid untuk beribadah bagi Umat Islam. Stadion ini kemudian menjadi homebase bagi Persebaya Surabaya untuk menggantikan Stadion Gelora 10 November yang statusnya berubah menjadi Cagar Budaya. Daya tampung yang begitu besar memberi peluang lebih banyak bonek hadir dan mendukung tim kesayangannya.
Namun sejak diresmikan pada tahun 2010 oleh Presiden RI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, stadion ini tidak banyak berubah. Tidak ada ruang terbuka hijau, tidak ada kenyamanan dan kemudahan akses menuju stadion, tidak ada perbaikan fasilitas stadion. Stadion ini masih saja dikelilingi tambak, bahkan pengelolaannya pun cenderung tidak optimal. Coba anda browsing dengan keyword Surabaya Sport Center, anda akan menemukan betapa indahnya maket desain area Gelora Bung Tomo. Lalu bandingkan dengan kondisi real saat ini, apakah maket itu sudah menjadi nyata?
Ditambah dengan pengalaman terjebak kemacetan berjam – jam ke dan dari Gelora Bung Tomo saya jadi berpikir sebenarnya pemkot Surabaya niat atau tidak membangun stadion ini? 7 Tahun bukan umur yang pendek untuk sebuah fasilitas publik. Dalam jangka waktu itu seharusnya keseluruhan maket yang menunjukkan rencana pembangunan dan pengembangan kawasan Gelora Bung Tomo bisa diwujudkan. Jujur saja, terlepas dari ruwetnya akses, lokasi stadion yang berada di pinggiran kota Surabaya yang berbatasan dengan Gresik membuat banyak orang enggan kesana. Ibarat kata orang harus “berolahraga” dulu sebelum berolahraga disana.
Kalau tolok ukur kesuksesan pembangunan adalah banyaknya orang yang memanfaatkan fasilitas tersebut maka bisa jadi Gelora Bung Tomo adalah sebuah produk gagal. Sebuah fasilitas yang dibuat tanpa perencanaan matang yang kemudian dikelola sekenanya karena tidak banyak warga yang memanfaatkan. Belakangan baru terdengar Pemkot akan membangun akses menuju Gelora Bung Tomo setelah banyak Bonek mengeluh melalui berbagai kanal media bagaimana mereka tersiksa saat menuju kesana untuk mendukung Persebaya. Yang jadi pertanyaan apakah rencana pembangunan akses tersebut akan tetap dilakukan jika Persebaya memutuskan pindah homebase atau membangun stadion sendiri?
Nasi sudah menjadi bubur, rasa – rasanya Pemkot Surabaya enggan mengevaluasi keberadaan Gelora Bung Tomo. Membangun stadion baru tentu akan kembali menyedot APBD dan bisa mengakibatkan beberapa pihak tidak nyaman karena pasti di”jawil” KPK, kecuali ada skema pendanaan yang bisa melibatkan berbagai stakeholder (Persebaya mungkin?). Sampai ada kejutan yang signifikan seperti Pemkot berubah pikiran, mungkin warga kota masih harus bersabar bahwa kegiatan berolahraganya tidak bisa dilakukan di kawasan olahraga modern tersebut, Bonek pun masih harus bersabar menghadapi kemacetan jika ingin mendukung Persebaya bertanding si Stadion tersebut. Kita semua memang masih harus bersabar menanti terwujudnya salah satu bunyi pembukaan UU RI No. 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional bahwa pemerintah “..Berkewajiban memberikan pelayanan dan KEMUDAHAN serta menjamin terselenggaranya kegiatan keolahragaan bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi..”. Tabik.