SURABAYA, GREENFORCE– Wacana PSSI menggelar Musim Kompetisi 2021 tanpa degradasi menuai pro-kontra. PSSI semacam tes ombak tentang wacana mereka di masyarakat. Wacana tanpa degradasi sebenarnya bukan baru-baru ini di konsep oleh PSSI. Sejak awal pandemi Maret 2020, PSSI menjalankan keputusan Pemerintah dan menghentikan liga yang telah berjalan 3 pekan tersebut.
Pada akhir September 2020, PSSI merencanakan melanjutkan kompetisi dengan tajuk extra-ordinary yang sesuai rencana akan digelar pada 1 Oktober 2020. Berbekal rekomendasi Satgas COVID-19, PSSI begitu percaya diri menggelar olah raga yang paling ditunggu-tunggu masyarakat, namun sama sekali tidak mengantungi ijin Kepolisian Republik Indonesia saat itu. Dan, polisi sigap menyatakan tidak mendukung rencana tersebut, dengan alasan bahwa angka pandemi belum turun dan masih mengganas saat itu.
Meski memiliki Ketua Umum Purnwirawan Perwira Tinggi Polri, hal itu tak membuat kepolisian mengendur dalam menjalankan Maklumat Kapolri tentang segala bentuk kegiatan yang menimbulkan keramaian dan berpotensi kerumunan masyarakat.
PSSI tak ingin kehilangan wajah, seketika mereka beserta operator merencanakan mundur 1 bulan pada 1 November 2020 kick off lanjutan musim 2020. Dengan membawa permohonan serta konsep tanpa penonton dan tanpa degradasi ditambah akan menjalankan protokol kesehatan yang super ketat, Korps Bhayangkara tetap tidak mengijinkan sepak bola kembali bergulir.
Piala menpora 2021 pada akhirnya berhasil digelar. 11 bulan sejak 15 maret 2020 Indonesia tak ada riuh-rendah sepak bola, dan sepak bola Indonesia kembali diawali pra-musim pada 2021. Tajuk pra-musim ini hasil kolaborasi PSSI dan Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olah raga (Kemenpora). 17 klub liga 1 berpartisipasi dengan melahirkan juara Persija Jakarta.
Wacana Tanpa Degradasi Kembali Mencuat
Sejak di umumkan kembali wacana tersebut, publik sepak bola kembali gaduh. Rencana tanpa degradasi di musim 2020 karena salah satu pertimbangan klub-klub di masa pandemi dalam hal finasial tim, hal itu menjadi pemakluman bersama karena status kompetisi “luar biasa”.
Dalam situasi new normal seperti saat ini, wacana tersebut memunculkan ragam tanggapan klub, pelatih, tokoh sepak bola, pemain, dan supporter.
Rendi Irwan dalam sebuah kesempatan wawancara memalui ponsel bersama greenforce.co.id menyampaikan tanggapannya dengan sangat tenang dan bijak.
“Saya mendengar wacana tersebut, namun saya tetap menunggu keputusan resmi jadi ada atau tidaknya degradasi, saya menunggu saja”.
Rendi mengaku bahwa tidak adanya degradasi akan menurunkan tensi bersepakbola di kalangan klub dan pemain.
“Sebagai pemain saya tetap berharap ada degradasi. Ini agar atmosfer kompetisi tetap ada, mental tanding pemain tetap terjaga” kata pria yang akrab di sapa “Rawon” ini.
Mantan pemain PON Jatim ini juga mengatakan bahwa ada dua tanggung jawab besar sebagai pemain Persebaya. Pertama sebagai pemain klub sebesar Persebaya, dan kedua nama pemain itu sendiri.
“Jika memang nantinya tidak ada degradasi, saya akan sampaikan ke teman-teman untuk tetap bermain dengan karakter Persebaya. Dengan dukungan supporter (Bonek), kita harus menjaga nama besar itu, kan gak lucu, sebesar Persebaya ada di posisi degradasi, apa kata dunia kan?” sahut Rendi.
Rendi Irwan akan terus mewanti-wanti rekan-rekannya terlebih kepada pemain muda. “Pemain muda harus tetap merasakan atmosfer kompetisi meskipun nantinya tak ada degradasi, sebab ini Persebaya, ngosek, ngeyel, dan wani itu harus muncul di segala cuaca” tutup pemilik nomor punggung 12 ini.
(tr)