Menanggapi wacana boikot dari beberapa komunitas Bonek karena harga tiket yang mahal pada pertandingan uji coba lawan Serawak FA minggu besok, Azrul Ananda selaku Presiden Persebaya justru membuat “heboh” dengan kembali menulis surat terbuka untuk Bonek—hal yang sama dilakukannya terhadap Andik beberapa waktu lalu. Alih-alih mendinginkan suasana, surat ini justru semakin membuat panas kalangan Bonek. Pro kontra sudah pasti terjadi. Dan untuk itu saya akan mencoba membedah isi surat Azrul kepada Bonek tersebut.

.***

..Tak sabar juga memperkenalkan program-program baru Persebaya untuk masyarakat. Mas Whisnu Sakti Buana (wakil wali kota Surabaya), Pak Rudi Setiawan (Kapolrestabes Surabaya), bersama kami dan para sponsor telah merancang berbagai program yang bukan hanya baik untuk suporter Persebaya, tapi juga untuk masyarakat Surabaya..”

Dari wacana ini, ada keganjilan–bagi yang paham. Yup, Whisnu Sakti Buana alias Wakil Walikota Surabaya. Apa ganjilnya? Kita tahu bahwa Persebaya tak pernah akur dengan Pemkot Surabaya, lantas kenapa kini ada Wisnu? Patut dicurigai nantinya ia ingin membawa Persebaya (dalam hal ini Bonek) ke medan percaturan politik. Suudzon? ya saya berburuk sangka! Persebaya tak boleh jatuh ke lubang yang sama untuk ke sekian kalinya dalam riuh rendah politik. Apalagi ini dekat dengan tahun-tahun politik. Mari kita jaga itu.

Lagipula cukup aneh, kedekatan Azrul dengan Wisnu, kenapa tak jua melunakkan sikap Pemkot secara keseluruhan terkait penggunaan Gelora 10 nopember ke Persebaya? Malah justru ke klub lain lebih nyah-nyoh. Aneh! Lantas, apa untungnya Wisnu di sini?

“…struktur Persebaya sebagai perusahaan (PT) juga terus diperkuat. Mulai marketing-nya, administrasinya, dan lain sebagainya untuk menjalankan business plan yang bertujuan menjaga sustainability Persebaya untuk tahun-tahun ke depan..”

BACA JUGA  Kalah Di Kandang Sendiri, Munster Akui Diganjar Kesalahan Pemainnya

Persebaya sebagai PT. Pertanyaannya? sudahkah ia (Azrul) melakukan hal yang benar sebagai PT kala mengakuisisi Persebaya (secara diam-diam ) dari Jawa Pos? kita tahu pemilik Persebaya yang sekarang adalah perusahaan milik keluarganya. Tapi sudah benarkah tata cara untuk mengakuisisinya. Mengakuisisi 70% milik Jawa Pos Sportainment tahun sebelumnya. Berapa nilai pembeliannya? Apakah semua pemilik saham mengetahui hal inidan setuju? Apakah ada RUPS terkait hal ini?

Jika semua jawabannya TIDAK, maka patut dipertanyakan business (plan) seperti apa yang dimaksud Azrul.

“…Dan kalau ingin mencerca, tolong cerca saya pribadi, Azrul Ananda. Jangan tim manajemen yang bekerja keras mengupayakan kemajuan tim. Jangan para pelatih atau pemain yang bekerja keras di lapangan, dan tidak boleh terganggu dengan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan bermain sepak bola…”

Azrul lupa kalau ia akan mengajak Persebaya untuk nonton bioskop “Mata Dewa”, hal yang justru jauh dari sepak bola! Ini awal mula, bisa jadi ada yang berikutnya yang malah melenceng jauh dari sepak bola.

“…Silakan cerca saya. Bilang manajemen hanya cari untung. Tidak apa-apa. Toh untungnya buat Persebaya seutuhnya. Untuk program-programnya. Untuk rencana-rencana masa depan Persebaya. Saya sampai hari ini tidak menerima gaji dari Persebaya. Alhamdulillah saya memang tidak butuh gaji dari Persebaya…

Itu kalau untung.

Tahun lalu adalah tahun kebanggaan saya pribadi. Bisa membawa Persebaya kembali ke Liga 1. Dan tahun lalu saya merasa beruntung, ruginya Persebaya masih di kisaran Rp 9 miliar (dan saya tidak menghitung biaya pelunasan gaji-gaji tahun-tahun sebelumnya)…”

 

Mudah untuk membuktikan ini. Buat saja Laporan Keuangan Tahunan (Laporan Pertanggung Jawaban) dan publikasikan lewat media. Berapa biaya yang dikeluarkan, berapa yang uang masuk dari sponsor, dari tiket dll. Nanti bakal ketahuan, siapa yang benar – atau siapa yang cuma ngecap karena panik.

BACA JUGA  Rencana Dipimpin Wasit Asing, Munster Dan Imran Tanggapi Datar

“…Kalau memang tidak ingin mendukung program Persebaya, tidak apa-apa. Supporter, di dunia mana pun, dalam definisi bisnis apa pun, adalah customer. Ada customer yang membalas jasa/barang menggunakan uang, ada yang tidak perlu menggunakan uang…”

Jadi Bonek cuma konsumen yang beli jualanmu, zrul? Menyedihkan… orang-orang yang kau anggap Cuma seonggok konsumen dalam cara pandang dagangmu ini, adalah mereka yang sejak lebih dari 8 tahun terakhir tak lelah untuk membangunkan Persebaya, mendengungkan keadilan bagi Persebaya kala ditindas Mafia PSSI hingga di tahun 2016 engkau (Jawapos) beli. Sakit rasanya… kau tak kan pernah tahu bagaimana jadi mereka, sebab engkau bukan bagian dari mereka. #kitapersebaya ? itu omong kosong ,zrul! #KamiKonsumen dan #Azrulbakulan akui saja itu.

***

Kalau kau pikir ini hanya soal angka 50 ribu rupiah, engkau salah besar Zrul. Persebaya dan Bonek lebih dari itu. Caramu memperlakukan Bonek yang salah kaprah. Persebaya dan Bonek itu Bond. Saling terikat. Maka, ketika kau menyakiti salah satu –dalam hal ini Bonek, maka yang ikut kesakitan adalah Persebaya, dankini akhirnya kami tahu, engkau bukanlah bagian dari Persebaya, seperti kata Bill Shankly puluhan tahun silam :

Pada sebuah klub sepak bola,ada sebuah trinitas suci tertinggi : para pemain, pelatih dan para supporter. Manajemen tak masuk lingkaran ini, mereka hanya menyediakan cek (untuk membeli pemain). “