Ada apa dengan Irfan Jaya? kiranya itulah yang banyak ditanyakan oleh para bonek — suporter Persebaya terhadap penampilan salah satu bintang Persebaya yang berhasil membawa Juara di Liga 2 tahun kemarin. Irfan memang tampil antiklimaks di 2 pertandingan awal. Eksplosivitasnya seakan tereduksi. Aksi-aksinya mudah teredam lini-lini belakang musuh (dalam hal ini Persela dan Perseru). Dribble dan liukannya tak terlihat sama sekali. Mengapa?

Terang saja publik bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi pada pemain terbaik liga 2 tahun 2017 tersebut. 9 gol, 6 assist dari total 20 pertandingan di liga 2 kemarin, jelas adalah catatan yang cemerlang bagi pemuda kelahiran 21 tahun silam itu. Meski berada di bawah bayang-bayang eks Winger eksplosif Persebaya, Andik Vermansyah, Irfan berhasil membuktikan bahwa ia juga mampu bermain sebaik Andik di posisi yang sama. Tak heran hingga akhirnya Luis Milla memanggilnya ke Timnas U 23. Tapi melihat yang terjadi di 2 pertandingan awal, kita patut bertanya, apa yang terjadi?

“Semua pertandingan tidak sama, dia [Irfan Jaya] pasti selalu mau bikin yang terbaik untuk tim. Kadang bisa jadi bagus, kadang mungkin tidak seperti kita mau atau dia mau,” ungkap Alfredo.

“Tapi itu lah sepak bola, ada momen yang bagus, ada momen yang menuntut kita harus belajar dari situasi yang terjadi,” tegas juru taktik asal Argentina ini kepada Bola.net beberapa saat lalu.

Alfredo boleh saja mengatakan bahwa Irfan tidak dalam peak performance-nya. Tapi jangan lupa, bagi saya, perubahan formasi yang dilakukan Alfredo-lah juga bisa menjadi penyebab tidak moncernya Irfan di 2 laga awal. Kok bisa?

Gini….

Alfredo memang masih menggunakan formasi 4-3-3 wide, mengandalkan kekuatan wingernya untuk merasuk ke lini pertahanan musuh — masih sama seperti liga 2 kemarin, tetapi susunan pemainnya yang jauh berbeda. Paling krusial adalah mengubah Role Misbakhus Sholikin.

BACA JUGA  Bali United Bertekad Menutup Tahun Dengan Kemenangan, Munster : "Saya Tak Sabar Tanding Besok"

Tak dipungkiri, Misba dan Irfan Jaya adalah pasangan yang cocok. Di Liga 2 kemarin, skema serangan Persebaya sebenarnya sederhana sekali. Bola yang direbut atau ketika membangun serangan, maka jendralnya adalah Misbakhus Sholikin, dan tanpa diminta ia akan (selalu dan selalu) menyodorkan umpan-umpan panjang ke arah Irfan jaya. Direct pass, atau bahkan Long Ball ke arah irfan berlari. Begitu terus… Ya meski Kelihatan monoton, tapi berhasil membuat irfan terlihat radikal dan eksplosif dengan kecepatannya. Kita amini bahwa kecepatan lari Irfan Jaya adalah senjatanya yang merepotkan lawan. Dan umpan-umpan yang dikirimkan Misba ke Irfan, selalu seolah tahu bagaimana bentuknya. Hal ini yang tidak didapat Irfan di 2 laga awal.

Ya, perubahan susunan pemain karena cederanya Nelson Alom dan M Hidayat, mau tak mau menempatkan Misbakus sebagai gelandang bertahan murni. Tentu saja ini aneh. Meskipun Role Misba adalah Playmaker tapi ia memang bermain lebih ke dalam, sejajar dengan breaker/ball winning midfielder aslinya (Alom atau Hidayat), tapi jelas sekali ia bukan pemutus serangan, atau perebut bola, Misba bukan Fighter, ia adalah Dirijen penyuplai bola dan pembangun serangan.

Di 2 laga awal, posisi dirijen serangan diberikan pada Robertino Pugliara. Misba harus bermain sebagai gelandang bertahan murni di posisi yang ditinggalkan Alom. Tentu saja tak berhasil. Meski sempat menang melawan Perseru dan menahan imbang Persela di kandangnya, permainan Persebaya jauh dari kata Baik, apalagi bagus.

Perubahan Role yang mendadak membuat kagok Misbakhus, yang tentu saja berakibat banyak pada tim–dan pastinya Irfan Jaya. Tino, sapaan Robertino, tak tahu bagaimana ia harus menyodorkan umpan kepada duo winger Persebaya. Maklum saja, selama semusim penuh di Liga 2, para winger selalu tahu kemana bola akan didrive dan kemana arah larinya oleh Misba. Tipikal bola panjang a la Misbakus, tak tampak pada Tino yang lebih suka bermain pendek merapat dan jarang melakukan through pass. Walhasil kita tahu, winger Persebaya seperti kehilangan ‘mata pencaharian’, bola sodoran liar yang selama ini jadi ciri khas umpan ke kedua winger agak terkurangi. Mungkin inilah jawaban kenapa Irfan tampil tak begitu Bagus. Sokongan dari Tino jelas berbeda dengan Misba, pun, chemistry antara keduanya belum begitu padu.

BACA JUGA  Kalah Dari PS Sleman, Munster Kecam Wasit Liga 1

Itu kalau kita tinjau dari segi teknis. Dari segi nonteknis, boleh jadi Irfan Jaya memang tidak dalam peak-nya karena ‘demam panggung’. Liga 1 bukanlah liga 2 yang full lokal dan banyak pemain-pemain muda seumurannya. Bakal ada banyak pemain yang lebih berpengalaman dan lebih hebat di liga tertinggi negeri ini. Lokal maupun luar negeri. Terutama pemain-pemain belakang yang menghadangnya kemarin dan nanti.

Patut dinantikan, bagaimana aksi Irfan kala melawan Barito Putra, minggu besok. Jikalau susunan pemain yang dikeluarkan Alfredo Vera masih seperti 2 laga awal, boleh jadi eksplosivitas dari Irfan Jaya bakal tak terlihat lagi. Tapi jikalau Alfredo berani mengembalikan formasi seperti Liga 2 kemarin — dengan memasang Izaac wanggai sebagai DMF murni (dengan asumsi Nelson Alom masih tidak dimainkan karena cedera), boleh jadi kekuatan duo winger Persebaya bakal cemerlang lagi. Dengan catatan, kita harus mengakui bahwa Perseru dan Persela berada di kelas yang berbeda dengan Barito Putra. Barito Putra tentu bakal memberikan pengalaman yang menakjubkan terhadap Persebaya, bagaimana Liga 1 sebenarnya, sebelum menghadapi Tim-tim langganan 5 besar di Liga 1. Ujian sebenarnya akan dimulai, minggu esok. Bangkitlah Irfan Jaya, jayalah Persebaya!

Tabik.