“Rishadi tambah ciamik, cak. Persebaya gak perlu tuku striker neh. Wes joss iku!” sungut kawanku berapi-api. Warung kopi pinggiran Sidoarjo yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya dan dekat Bandara Juanda itu jadi saksi betapa bersemangatnya ia kala mengungkapkan hal itu.
Rokok kuhisap cepat-cepat. Sekali, dua kali, tiga. Habis dan terbuang. Aku menggeleng untuknya.
“Justru karena Rishadi tampil ciamik, ia butuh kompetitor,” sahutku.
“Kok bisa, cak?”
“Ya bisa! Sebab ia adalah satu-satunya striker di Persebaya. Tanpa kompetitor, ia akan bermain tanpa pembanding. Sebab hanya ia pilihan satu-satunya. Coba kalo ada pembanding lainnya, paling tidak ia akan berusaha untuk terus meningkatkan performanya di setiap match. Selain untuk penyemangat, yo ben gak main sakkerepe dewe mergo ijenan. Terus…. “
“Terus apa cak?”
“Sek ta cok, tak ngopi sek… “
“Hehehe.. Monggo cak.”
“Terus, apakah kamu tidak melihat, justru karena ia adalah striker satu-satunya, maka itu adalah sinyal bahaya untuk Tim. Mengapa? Jelas, nek cedera yok opo? Sekadar info, Persebaya sing duwe 3 kiper dan 1 kiper magang ae iso kelabakan pas cedera wingi nang Piala Gubernur Kaltim. Ndanio strikermu ijenan siji ndhil!” tambahku.
“Iyo, yo, cak,” sahut kawanku sambil menggaruk kepalanya yang tak Gatal.
“Brarti kudu tuku neh yo, cak?” tanyanya lagi.
Sembari ngeloyor pergi ke bakul kopinya untuk membayar, kujawab,
“Nek iku ojok takok aku. Takono Abud, gelem gak ngethokno duit gawe tuku?”
Lirih terdengar suaranya,
“Gatheli!”
By: Beted