Oleh : Redaksi
Izinkan kami membuka tulisan ini dengan mengucapkan Selamat Hari Raya Idulfitri 1439 H, Taqabalallahu Minna Wa Minkum Wa Siyamana Wa Siyamaku. Minal Aidin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir & Batin.
Sendunya Ultahmu Yang ke 91 Bajol Ijoku Hari ini tepat 91 tahun yang lalu sebuah klub sepakbola terbentuk di kota Surabaya. S.I.V.B namanya, terbentuk sebagai sebuah bagian dari perjuangan kemerdekaan bangsa. Saat itu tak ada yang tahu bahwa klub ini akan menjadi kiblat sepakbola nasional di masa depan, saat itu tak banyak yang menduga akan banyak pemain nasional dan internasional yang lahir dari kawahcandradimukanya yang bernama Lapangan Karanggayam, juga tak ada yang memprediksi bahwa klub ini akan memiliki suporter dengan militansi dan loyalitas istimewa, Bonek namanya.
Seiring berjalannya waktu, klub ini berevolusi hingga akhirnya memiliki nama Persebaya Surabaya yang bertahan hingga sekarang. Lintas generasi masyarakat Indonesia mengetahui kehebatannya dan memiliki idolanya masing – masing, nama – nama seperti Rae Bawa, Budi Johannis, Subodro, Rudy Keltjes, Bejo Sugiyantoro, Anang Maruf, Uston Nawawi, Rahel Tuasalamony hingga Andik Vermansyah bukanlah nama – nama yang bisa dipandang sebelah mata. Kemampuan mereka mengolah si kulit bundar membuat Persebaya disegani bahkan ditakuti oleh lawan – lawannya. Klub berseragam kebesaran hijau ini pun selalu disebut namanya dalam persaingan merebut gelar juara dari tahun ke tahun.
Sempat tertidur beberapa waktu, Pada tahun 2017 Persebaya pun kembali berlaga di kompetisi sepakbola Indonesia. Dengan digdaya Bajol Ijo menunjukkan bahwa tempatnya bukan di Liga 2. Gelar juara diraih sekaligus memastikan satu tempat berlaga di kasta tertinggi sepakbola Indonesia. Sokongan sponsor kelas wahid dan media yang kuat (Jawa Pos waktu itu) membuat Persebaya memiliki cukup dana untuk membangun skuad yang mampu melaju kencang meski harus mengalami pergantian juru kemudi dari seorang pelatih lokal ke seorang pelatih asal Argentina. Keputusan yang terbukti tepat karena sang pria Argentina berhasil membawa Persebaya menaklukkan PSMS Medan di Final Liga 2.
Liga 1 pun datang menyambut kehadiran kembali The Green Force ke jajaran elite Sepakbola Indonesia. Dulur – dulur Bonek pun gegap gempita bersiap mendukung tim kebanggaan bertanding baik kandang maupun tandang. Namun sejak awal tidak ada nada optimisme digaungkan oleh manajemen, tidak ada pemain bintang yang datang, tidak ada pemain asing berkualitas yang direkrut, Andik Vermansyah pun tidak kembali, hingga puncaknya Sang Presiden berkata bahwa target Persebaya tahun ini hanyalah papan tengah atas lewat sebuah surat terbuka atas kritik yang mengalir deras. Sebuah statement yang menisbikan apa yang menjadi semangat Persebaya selama ini untuk bersaing menjadi yang terbaik. Kita harus pasrah menerima tim yang seadanya, perekrutan pemain yang tak jelas, dan yang lebih tidak menyenangkan kini seolah ada “jarak” antara tim dan suporter. Semenjak Sang Presiden (yang lagi – lagi lewat sebuah surat terbuka) bahwa suporter sepakbola adalah konsumen maka sejak itu terkuak bahwa manajemen hanya menganggap Bonek sebagai sebuah pangsa pasar luar biasa yang rela membeli apa saja yang mereka jual meski kualitasnya tak sepadan, mereka sama sekali tidak memandang Bonek sebagai partner, sebagai nyawa sebenarnya dari Persebaya Surabaya. Hari ini 18 Juni diusianya yang ke 91, Bonek harus menerima dengan lapang dada bahwa tim kesayangannya ada di zona degradasi Liga 1. Jauh dari target awal yang dicanangkan oleh Sang Presiden. Statistika yang ada pun cukup buruk, tidak pernah menang melawan tim yang dilatih oleh pelatih asing, bahkan tidak pernah menang dalam 4 pertandingan terakhir. Lini depan sangat ketergantungan pada David Da Silva, hingga saat sang bomber asal Brazil absen terlihat bagaimana kesulitannya Persebaya mencetak gol. Lini tengah selalu di bongkar pasang dan belum menemukan komposisi terbaiknya, sedangkan di Lini Belakang kehadiran bek terbaik Liga 1 musim lalu tidak terlalu memberikan peningkatan kualitas yang signifikan karena justru terasa lebih solid saat hanya diisi oleh pemain lokal. Sungguh bukan sebuah kado yang manis untuk ulang tahun. Kini semua tergantung ke manajemen, kritik dan aspirasi yang sudah Bonek berikan harusnya mereka dengarkan. Evaluasi tim adalah harga yang harus dibayar akibat persiapan tim di awal yang bisa dibilang sama sekali tidak ideal. Perekrutan pemain baru harus dilakukan, pelatih pun tak boleh lolos dari evaluasi akibat sulitnya tim meraih kemenangan, bahkan bukan tidak mungkin pergantian manajemen bisa menjadi solusi untuk memperbaiki penampilan. Pilihan apapun yang akan dilakukan oleh manajemen maka hal itu harus dilakukan. Karena jika tidak melakukan apapun bisa jadi akan ada kado – kado tidak menyenangkan dari Bonek sebagai wujud rasa sayang terhadap tim kesayangan. Idiom yang sedang menggaung “Kita Butuh Score Bukan Store!” harusnya menjadi tamparan yang keras bagi manajemen agar mengelola Persebaya lebih baik lagi..
Ah Bajol Ijoku, sendu sekali ulang tahunmu kali ini.. Bangkitlah, doa akan selalu kami panjatkan untuk kejayaanmu..