Sejak Persebaya bangkit kembali atau lebih tepatnya sejak dibeli oleh PT. Jawa Pos Sportindo,tim kebanggaan masyarakat Surabaya ini terus menggeliat dan puncaknya hanya dalam tempo satu tahun sudah dipastikan akan kembali berlaga di kasta tertinggi sepakbola Indonesia. PT.JPS dibawah pimpinan Azrul Ananda dipandang telah memberikan sentuhan profesinalisme yang berkelas pada Persebaya dengan berbekal pengalaman bertahun mengelola DBL dan NBL. Sampai sejauh ini tidak ada tim Liga 2 yang memiliki pengelolaan seprofesional Persebaya, bahkan sesama tim promosi PSMS dan PSIS sekalipun.
Apa yang telah terjadi pada Bajul Ijo sampai saat ini tentunya tidak lepas dari perjuangan Bonek untuk membangunkan tim kebanggaannya. Demo menentang PSSI selama bertahun,upaya lobi hingga level pemimpin negara terus dilakukan demi tim kesayangan yang sempat menjadi kiblat sepakbola nasional. Bisa dibilang kehadiran PT. JPS ada pada saat akhir perjuangan sebagai puzzle pelengkap kebangkitan. Bonek tentu senang karena pemilik baru Persebaya adalah Arek Suroboyo berprestasi yang memiliki hubungan historis karena sangayah Dahlan Iskan juga pernah memiliki peran penting dalam satu masa perkembangan Persebaya.
Pengelolaan manajemen yang profesional langsung digeber sejak Persebaya resmi bangkit.Berbagai strategi Branding dan Marketing dilakukan untuk menarik minat perusahaan -perusahaan besar menyeponsori Persebaya. Fanatisme Bonek merupakan salah satu poinutama yang tentunya ditawarkan manajemen pada calon sponsor. Bagaimana penjualan merchandise non-official yang tak berhenti meski tim tak berlaga menjadi bukti fanatisme tersebut. Sebuah hal yang kemudian dieksploitasi manajemen untuk menghasilkan dana segar yang dapat digunakan untuk menghidupi Persebaya. Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya manajemen memandang keberadaan bonek? sebagai partner? stakeholder? atau sebagai konsumen dan mesin penghasil uang?
Bisa dibilang ada hubungan benci dan cinta antara bonek dan manajemen Persebaya saat ini.Di satu sisi bonek tentu berterima kasih kepada manajemen telah mengurusi tim dengan baik hingga mampu menjadi juara dan promosi ke Liga 1 tapi di sisi lain ada kejengahan dan kekesalan yang muncul dengan cara manajemen memperlakukan Bonek. Awal – awal musim kompetisi Liga 2 tentu masih segar dalam ingatan bagaiman ribetnya untuk masuk ke dalam Stasiun Gelora Bung Tomo. Penjagaan berlapis dengan pagar besi berliku menjadi rintangan yang harus dilewati setelah sebelumnya harus berhadapan dengan kemacetan panjang untuk mencapai area stadion. Saat itu padahal getol manajemen menkampanyekan stadion ramahwanita dan anak, apanya yang ramah dari hal tersebut? Kemudian berlanjut pada perkara distribusi tiket, strategi yang digunakan sudah cukup baik dengan menyebar penjualan tiket dilokasi – lokasi strategis, juga penjualan online lewat salah satu website pun dilakukan.Sayangnya hal tersebut tidak dibarengi pengawasan ketat terhadap praktek percaloan.Kacaunya penjualan tiket pertandingan persahabatan melawan PSS Sleman menunjukkaninkonsistensi manajemen dalam pengelolaan ticketing.
Hal – hal diatas masih ditambahi dengan berbagai kebijakan aneh seperti larangan membawa botol minuman ke dalam stadion. Bayangkan saja berada dalam stadion selama kurang lebih 2jam tanpa minum, sementara atas nama kebanggaan tenggorokan terus “dipaksa” bernyanyi dan berteriak memberikan dukungan. Agak lucu rasanya saat mereka berkoar profesional tapi pengelolaan pertandingan masih menggunakan gaya lama. Hal itu coba dikompensasi manajemen dengan berbagai hal yang dalam pandangan mereka “memanjakan” Bonek. Mulai dari penjualan jersey eksklusif, potongan harga belanja produk sponsor, hingga Bonek Fest yang sempat diadakan beberapa waktu lalu. Tapi seyogyanya bukan hal – hal tersebut yang diinginkan Bonek.
Manajemen mungkin tidak menyadari bagaimana perubahan dalam tubuh Bonek sudah berlangsung dengan sangat signifikan. Perubahan itu terkait dengan kultur dan karakter, Bonek berjuang keras untuk menunjukkan bahwa mereka tidak seperti apa yang digambarkan oleh banyak orang dan media. Riak kecil memang masih terjadi disana – sini, tapi hal itu tidaklah menggambarkan bagaimana Bonek saat ini secara keseluruhan. Saat ini Bonek telah menunjukkan bahwa mereka telah menuju khitah yang sesungguhnya, sebagai sebenar -benarnya pendukung tim kesayangannya, berusaha berhenti melakukan hal yang merugikan timnya meski kita tahu bersama terkadang hal itu hanyalah akal – akalan PSSI saja, tapi keinginan untuk terus menyaksikan tim kesayangan berlaga lebih kuat dari bara ego yang menyala.
Apresiasi terhadap perubahan – perubahan tersebut tidaklah perlu heboh seperti yang sudah -sudah, manajemen cukup merubah pandangan dan cara perlakuan saja, jangan hanya memandang Bonek sebagai konsumen dan mesin uang saja tapi pandanglah mereka sebagai partner dan juga stakeholder dalam mengelola Persebaya. Sederhananya perlakukan Bonek selayaknya memperlakukan manusia sebaik – baiknya. Tentunya tidak perlu diajari bagaimana cara memperlakukan manusia secara manusiawi kan? Jika itu mampu dilakukan manajemen maka niscaya rata – rata jumlah penonton pertandingan kandang selama Liga 2 yang sebesar 27000an akan meningkat, namun jika tidak maka jangan kesal sendiri kalau nantinya seperti Bonek hanya akan jadi ramai di pertandingan tertentu saja
by : Inanta Indra Pradana