Selamat pagi Pak Presiden Persebaya, semoga sehat selalu, nggih. Pak presiden yang terhormat, atau lebih enak kupanggil azrul, atau zrul? Biar lebih akrab, gitu…

Halo zrul, apa kabar, salam dari saya, bonek kere yang mungkin tak kau kenal. Yaiyalah, saya cuma 1 dari sekian juta customermu. Kau tak tahu? tak mengapa. Langsung saja, Saya hari ini cuma mau Tanya, zrul, berapa kemarin yang datang ke stadion acara Blessing game? Full? Separuh ? atau… Cuma 14 ribu sekian? Kalau benar Cuma 14 ribu sekian–seperti klaim berbagai portal berita–, ya itu berarti hanya sekitar lebih kurang 25% dari kapasitas stadion yang mampu terisi 55 ribu penonton. Mencengangkan bukan?

Kau terkejut, zrul? Tak usah terkejut. Kuberitahu, dan kau harus tahu, ketika manusia-manusia yang kau anggap customer itu mengucapkan sumpah untuk mengosongkan stadion, maka itu berlaku nyata, tak peduli iming-iming apapun. Itu baru 1 pertandingan, zrul. “Customer-customer” itu sudah melakukan sumpah tak terlanggar sejak dualisme lebih 7 tahun silam. Sumpah mereka untuk tak menginjak GBT menonton Persebaya palsu. Hal yang patutnya kau syukuri, sebab tanpa sumpah tak terlanggar mereka itu, kau mampu membeli Persebaya. Bayangkan kalau mereka ingkar?

Zrul, kejumawaanmu, dan sinisme-mu yang terangkum dari surat terbukamu kemarin, rupanya jadi blunder yang fatal. Kau mungkin khilaf, semoga saja begitu. Begini, zrul, kalau kau ingin tahu tentang mereka, jadilah seperti mereka. Belum, belum. Kau bahkan belum menjadi sedikitpun bagian dari mereka. Dan bisa jadi takkan menjadi bagian dari mereka kalau kau tak mau belajar berbaur. Sebab, you dont know us if you’re not the one of us.

Saya tahu jikalau Kau selalu bermimpi untuk men-DBL-kan Persebaya (dan juga Bonek). Tapi kamu lupa bahwa, Persebaya (dan Bonek) bukanlah seperti penikmat para DBL. Ada sekat yang terlalu jauh antar keduanya. Penikmat Basket dan Sepakbola di kota ini berbeda segmentasinya. Pun juga kalau kita bicara tentang sejarah yang melekat pada pembentukannya, serta kultur yang menaungi daripadanya. Jauh, zrul, jauh. Apa yang dilalui para penikmat DBL itu tak pernah sebanding dengan apa yang dilalui para pecinta sepakbola kota ini. Tak pernah sama. Tidak sedikitpun.

BACA JUGA  Dime Dan Tumbas Belum Dijaminkan Turun Saat Melawan PSS Sleman

Zrul, Semoga saja pagi ini kau belajar. Belajar untuk lebih bijak dalam memahami mereka. Ingat mereka itu laiknya pegas, jika kau perlakukan dengan lembut, mereka akan membalas lembut. Tapi jika kau menekan mereka dengan keras, mereka bakal melawanmu lebih keras. Lebih 7 tahun mereka melawan PSSI, Preman, Ormas, bahkan aparat-aparat negeri ini. Kalau hanya melawanmu, sih, itu soal kecil buat mereka—meski sesungguhnya mereka tak berharap untuk melawanmu. Dan satu hal yang patut kau tahu, mereka itu bergerak tanpa komando, tak ada komandan vertical diatas mereka, seperti slogan yang selalu kamu ketahui : “no leader just together”. Tidak ada pemimpin. Semua berada di satu garis horizontal yang sama. Tentu kau tahu susahnya menaklukkan sesuatu yang tak berpemimpin, kan? Sebab mereka memiliki isi kepala yang tak sama satu dan lainnya.yang menyatukan mereka hanyalah persebaya. Persebaya adalah mereka, dan juga sebaliknya. Menyakiti mereka hanya akan menyakiti Persebaya. Camkan itu!

Akhirul kalam, Supporter bukanlah customer, zrul. Mereka,seperti ditulis Jim Keoghan di bukunya Punk Football (yang saya terjemahkan bebas) : “Pendukung sepak bola (selalu) berkomitmen untuk kecewa, mereka membayar untuk menonton omong kosong dan melepaskan kesempatan untuk menikmati kebahagiaan di tempat lain. Dan mereka melakukan ini tahun demi tahun, mengulangi siklus yang sama seperti hewan di kebun binatang yang dipenjara.”

Mereka bisa saja mencari hiburan lain, zrul. Tapi di kota ini, hiburan mereka adalah Persebaya (yang bersahaja). Tak perlu mencerca, cukup Pahamilah…

Salam

Paido boyz