Persebaya kembali ke liga Indonesia dengan luar biasa setelah hampir 4 tahun vakum. Dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, Persebaya bisa kembali berkompetisi, kemudian promosi ke Liga 1 dengan status juara Liga 2.

Dengan capaian seperti itu, tentu saja Bonek sangat gembira, bisa dilihat di sosial media dipenuhi suka cita dari Bonek, media nasional pun turut memberitakan hari bersejarah tersebut. Puncaknya pada tanggal 29 November 2017, puluhan ribu fans Persebaya menghijaukan jalanan Surabaya untuk menjemput piala yang sudah lama dinantikan.

Dengan segala gegap gempitanya perayaan Persebaya juara, ada satu sudut yang tetap temaram. Padahal dahulu itu adalah pusat segala aktivitas sepakbola di Surabaya. Kawah candradimuka bagi pemain-pemain hebat. Saksi bisu kedigdayaan Persebaya. Tempat dimana anak-anak punya harapan dan cita-cita untuk suatu saat bisa tinggal di situ dan mengenakan seragam Persebaya, dan terakhir menjadi pusat perjuangan dalam mengembalikan Persebaya. Ya, Wisma Persebaya yang kini dikenal sebagai Wisma Eri Irianto, yang beralamat di Jl. Karanggayam I jauh dari hingar bingar pesta juara.

Status Wisma Persebaya memang unik, tanahnya adalah milik Pemerintah Kota Surabaya dan bangunannya menurut Bapak Saleh Ismail Mukadar dibangun menggunakan uang Persebaya.

Persebaya dan Pemkot Surabaya dahulu memang tak bisa dipisahkan. Dahulu Persebaya mendapatkan alokasi dana APBD dari Pemkot. Hal ini karena status Persebaya adalah bond amatir. Yang mungkin saja karena statusnya yang amatir tersebut kemudian dapat menggunakan tanah di Karanggayam tersebut sebagai markasnya. Namun, ketika tuntutan jaman yang mengharuskan bentuk Badan Hukum bagi klub yang berlaga di Liga Indonesia kasta teratas, membuat semuanya kemudian menjadi bias.

PT. Persebaya Indonesia (badan hukum klub Persebaya) tentunya sudah tak bisa seperti dulu lagi yang bisa menggunakan Wisma Persebaya dengan bebas. Pemkot pun dengan adanya PT. Persebaya Indonesia juga pasti dalam kondisi yang gamang, ketika gedung di Jl. Karanggayam No. I tersebut digunakan oleh Persebaya mengingat status badan hukum Persebaya yang swasta murni, yang tentunya Pemkot juga terikat dengan peraturan mengenai penggunaan aset.

Dengan segala hal bias tersebut, akhirnya Wisma Persebaya seolah dilupakan. Entah, apakah Piala Liga 2 juga akan disimpan di rak penuh sejarah Wisma Persebaya, yang suatu saat generasi-generasi penerus Bonek masih dapat melihat prestasi tersebut, meskipun sudah bertahun-tahun moment tersebut terjadi.

Penulis sendiri berharap, PT. Persebaya Indonesia segera menemui Pemkot Surabaya untuk membicarakan status Wisma Persebaya. Tanah memang milik Pemkot Surabaya karena secara sah memang sudah terdaftar sebagai aset Barang Milik Negara, namun untuk pemanfaatannya dalam aturan yang ada bisa dikelola oleh pihak ketiga (swasta). Bentuk pemanfaatan Barang Milik Negara menurut Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2014 dapat dilakukan dengan cara sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur.

Mengenai bentuk pemanfaatannya seperti apa, PT. Persebaya Indonesia dan Pemkot Surabaya dengan duduk bersama tentunya akan dapat menemukan solusi yang terbaik yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Penulis sendiri berharap, Wisma Persebaya akan terus ada dan tak dilupakan, yang kemudian dilengkapi dengan museum yang bisa menceritakan perjalanan Persebaya dengan segala prestasi dan kontroversinya. Pemain Persebaya daripada diinapkan di apartemen dikembalikan lagi ke mess, sehingga ketika kompetisi Internal berlangsung, harapan dan cita anak-anak untuk berkostum Persebaya akan terus ada dengan melihat pemain-pemain idolanya yang memperhatikan permainannya. Jarak antara pemain dan suporter pun akan seperti dulu lagi, dimana sangat erat sekali seperti halnya keluarga, bukan hubungan antara super star dengan penggemarnya.

Semoga segera ada solusi mengenai status Wisma Persebaya.

Tulisan Andhi Mahligai – Bonek Jabodetabek